NGAJHI KA LANGGHÂR: The Educational Nursery of Moderation of Islam in Madura
Abstract
The existence of langghâr in Madura has been the most important cultural heritage of Muslim society after pesantren. This research aims to explore and analyze that the langghâr in Madura has not been only functioned as both a place to pray together and learn holy Qur’an among Muslim children, but also can be functioned as a field of shaping deep Islamic character. The practice of ngajhi ka langghâr in Desa Gapura Timur and Desa Lembung Timur, langghâr has been used as an object in this research, has not been only functioned in learning a holy Qur’an, but also —this is the most crucial— as a field to study some Islamic jurisprudences and basic literature of sufism. By using Pierre Bourdieu’s theory of field and habitus, this research found an important thesis that ngajhi ka langghâr can be declared as the most primordialistic sub-culture, outside of pesantren, that contributes to creating an educational nursery of moderation of Islam in Madura.
[Keberadaan langghâr di Madura telah menjadi warisan budaya terpenting masyarakat muslim setelah pesantren. Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan menganalisis bahwa langghâr di Madura tidak hanya difungsikan sebagai tempat salat berjemaah dan belajar Al-Qur’an di kalangan anak-anak muslim, tetapi juga dapat difungsikan sebagai medan pembentukan karakter Islam yang mendalam. Praktik ngajhi ka langghâr di Desa Gapura Timur dan Desa Lembung Timur, langghâr yang dijadikan objek dalam penelitian ini, tidak hanya difungsikan dalam pembelajaran Al-Qur’an, tetapi juga —inilah yang paling krusial— sebagai bidang studi beberapa fikih Islam dan literatur dasar tasawuf. Dengan menggunakan teori lapangan dan habitus Pierre Bourdieu, penelitian ini menemukan tesis penting bahwa ngajhi ka langghâr dapat dinyatakan sebagai sub-budaya paling primordialistik, di luar pesantren, yang berkontribusi dalam menciptakan pembibitan pendidikan moderasi Islam di Madura]
Downloads
References
Abdullah, Taufik. “The Pesantren in Historical Perspective,” in Taufik Abdullah and Sharon Siddique (eds.), Islam and Society in Southeast Asia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1988.
Azra, Azyumardi. Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modern. Jakarta: Logos, 2003.
___, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana, 2007.
Bourdieu, Pierre. The Logic of Practice, trans. R. Nice. Stanford CA: Stanford University Press, 1990.
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat. Yogyakarta: Gading, 2012.
Hasan, Nor. “Kobung: Bangunan Tradisional Pewaris Nilai Masyarakat Madura Tempo Dulu.” Karsa: Journal of Social and Islamic Culture, XIII (4): 71-80, http://dx.doi.org/10.19105/karsa.v13i1.134.
Heng, Jeckhi and Aji Bayu Kusuma. “Konsepsi Langgar sebagai Ruang Sakral pada Tanean Lanjang.” Jurnal Arsitektur Komposisi, 10 (4): 217-224, https://doi.org/10.24002/jars.v10i4.1167.
Istikhari, Naufil. “Piagam Damai Sunni-Syiah.” Koran Madura, January 27, 2014.
Kuntowijoyo. “Agama Islam dan Politik: Gerakan-gerakan Sarekat Islam Lokal di Madura, 1913-1920,” in Huub de Jonge, Agama, Kebudayaan, dan Ekonomi: Studi-studi Interdisipliner tentang Masyarakat Madura. Jakarta: Rajawali Press, 1989.
Khatib, Ach. “Kontestasi Langgar dan Pesantren: Studi atas Pranata Keagamaan Lokal di Sumenep, Madura.” ‘Anil Islam: Jurnal Kebudayaan dan Ilmu Keislaman, 9 (1): 35-54.
Laffan, Michael. Sejarah Islam di Nusantara. Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2015.
Mansurnoor, Iik Arifin. Islam in an Indonesian World: Ulama of Madura. Yogyakarta: UGM Press, 1990.
Mansurnoor, Iik Arifin. “Local Initiative and Government Plans: Ulama and Rural Development in Madura, Indonesia.” SOJOURN: Journal of Social Issues in Southeast Asia, 7 (1): 69-94.
Pribadi, Yanwar. “Religious Networks in Madura: Pesantren, Nahdhatul Ulama and Kiai as the Core of Santri Culture.” Al-Jami’ah: Journal of Islamic Studies, 51 (1): 1-32, https://doi.org/10.14421/ajis.2013.511.1-32.
Rozaki, Abdur. Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim Kembar di Madura. Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004.
Saputro, M. Endy. “Muslim Localizing Democracy: A Non-Pesantren Village in Madura as Preliminary Study.” IJIMS: Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 1 (2): 297-316, http://dx.doi.org/10.18326/ijims.v1i2.297-316.
Saxebøl, Torkil. The Madurese Ulama as Patrons: A Case Study of Power Relations in Indonesia Community. Dissertation, University of Oslo, 2002.
Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo: Buku Pertama yang Mengungkap Walisongo sebagai Fakta Sejarah. Depok: Pustaka Iiman, 2014.
Suwarjin. “Biografi Intelektual Syekh Nawawi Al-Bantani.” Tsaqafah & Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, 2 (2): 189-202, http://dx.doi.org/10.29300/ttjksi.v2i2.717
Wardi, Moh. “Pilihan Belajar Al-Qur’an di Madura: Konversi dari Langgar ke Taman Pendidikan Al-Qur’an.” Kabilah: Journal of Social Community, 1 (1): 93-114.
Wijaya, Aksin. Dari Membela Tuhan ke Membela Manusia. Bandung: Mizan, 2018.
Winchester, Daniel. “Embodying the Faith: Religious Practice and the Making of Muslim Moral Habitus.” Social Forces, 86 (4): 1753-1780.
Interview:
Interview with Kiai Sya’rani’s grandchild.
Interview with Kiai Iskandar.