FROM THE PALACE PENDOPO TO THE PESANTREN ROOMS

The Dynamics of Aristocrats and Kiai Relationship in Sumenep (1750-1950s)

  • Aufannuha Ihsani A Freelance Researcher, An Alumnus of Master Program in History at Gadjah Mada University
Abstract views: 327 , PDF downloads: 369
Keywords: Noble; ulama; pesantren; Sumenep

Abstract

This article discusses the dynamics of the relation between the sentana (aristocrats) and kèaè (ulama) in Sumenep during the colonial period. The topic is chosen because almost all research put the aristocrats and the ulama in Madura as historically opposed parties. The main question of the article is that how the relationship started and how far it had manifested until the early days of the independence. Collecting data from babad, manuscript, official reports from the colonial government and some informants who are the descendants of the aristocrats, this research applies a social-cultural approach to explain why their close relation with the kèaè have allowed the aristocrats to maintain their dignity in society. The result shows that the close relation between sentana and kèaè originated from the figure of Bindara Saod. Although it had been tenuous because the palace customs have made the aristocrats exclusive, the relationship between sentana and kèaè did not really break. A marriage between the Sultan Abdurrahman’s granddaughter and a kèaè in the mid-19th century tightened the relationship, descending a generation of ulama with royal blood and manifested in a pesantren (Islamic boarding school) in which the palace customs have been kept alive and survived until postcolonial era.

[Artikel ini membicarakan dinamika hubungan yang terjalin antara kalangan sentana (bangsawan) dan kèaè (kiai) di Sumenep selama masa kolonial. Topik ini dipilih sebab hampir semua penelitian menempatkan bangsawan dan kiai di Madura sebagai pihak yang bertentangan secara historis. Pertanyaan utama dari penelitian ini adalah bagaimana hubungan itu bermula dan sejauh mana ia terejawantahkan hingga masa-masa awal kemerdekaan. Mengambil data dari babad, manuskrip, laporan-laporan resmi pemerintah kolonial, dan para informan yang merupakan keturunan kaum ningrat, penelitian ini akan menggunakan pendekatan sosio-kultural untuk menjelaskan mengapa kedekatan dengan kèaè membuat para bangsawan dapat menjaga muruah mereka di tengah-tengah masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedekatan antara kèaè dan sentana bermula dari sosok Bindara Saod. Kendati sempat merenggang sebab adat keraton mengeksklusifkan kalangan ningrat, jalinan sentana dan kèaè tidak benar-benar putus. Sebuah pernikahan antara cucu Sultan Abdurrahman dan seorang kèaè pada pertengahan abad ke-19 M. mempererat kembali hubungan itu, menurunkan generasi para kiai berdarah biru, dan mewujud dalam sebuah pesantren di mana adat dan budaya keraton tetap hidup dan bertahan hingga era pascakolonial]

Downloads

Download data is not yet available.

References

A’la, Abd et. al. “Islamism in Madura: From Religious Symbolism to Authoritarianism.” JIIS: Journal of Indonesian Islam, 12 (2): 159-194, https://doi.org/10.15642/JIIS.2018.12.2.159-194.

Abdurachman. “Sekelumit Cara Mengenal Masyarakat Madura,” in Syamsuri (ed.). Madura I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1977.

Adib, Mohammad. Etnografi Madura. Surabaya: Departemen Antropologi Universitas Airlangga, 2011.

Anonymous. “Jajasan Wakaf Panembahan Soemolo.” Deed dated June 8, 1953, No. 51, Notary Office Th. R. W. Vermeulen, Surabaya.

Arifin, Edy Burhan. Peran Priyayi Madura dalam Proses Transformasi Budaya: Suatu Kajian Historis. Jember: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Universitas Jember, 1991.

Bijblad op het Staatsblad van Nederlandsch-Indie, DEEL XLVI. No. 7471-7668. Batavia: Landsdrukkerij, 1912.

Bouvier, Hélène. Lèbur!: Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002.

de Graff, H.J. Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1986.

de Jonge, Huub. “Pembentukan Negara denganKontrak: Kabupaten Sumenep Madura, VOC dan Hindia Belanda, 1680-1883,” In Huub de Jonge (ed.), Agama, Kebudayaan, dan Ekonomi: Studi-studi Interdisipliner tentang Masyarakat Madura. Jakarta: Rajawali Pers, 1989.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Atas Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2011.

Fattah, R.P. Abdul. Silsilah Keturunan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat Sumenep. Manuscript, 1989.

Hamdi, Ahmad Zainul “Radicalising the Traditionalists: A Contemporary Dynamic of Islamic Traditionalism in Madura-Indonesia.” Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 15 (1): 1-21, https://doi.org/10.21274/epis.2020.15.1.1-21.

Hisyam, Muhamad. Caught between Three Fires: the Javanese Pangulu Under the Dutch Colonial Administration. Jakarta: INIS, 2001.

Ismail, M. Masykur. “Kereta Api di Madura Tahun 1896-1929.” Thesis, Universitas Airlangga, Surabaya, 2007.

Jazuli, Mohammad. “Orientasi Pemikiran Kiai Pesantren di Madura.” Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman 23 (2): 346-362, https://doi.org/10.19105/karsa.v23i2.732 .

Karim, Abdul Gaffar. “The Pesantren-Based Rulling Elite in Sumenep in the Post-New Order Indonesia.” Jurnal of Indonesian Islam, 3 (1): 97-121, https://doi.org/10.15642/JIIS.2009.3.1.97-121

Kartodirdjo, Sartono (ed.). Elite dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: LP3ES, 1981.

Kasdi, Aminuddin. Perlawanan Penguasa Madura atas Hegemoni Jawa: Relasi Pusat-Daerah pada Periode Akhir Mataram (1726-1745). Yogyakarta: Jendela, 2003.

Koloniaal Verslag van 1888.

Kuntowijoyo. Radikalisasi Petani, Esei-esei Sejarah. Yogyakarta: Bentang Intervisi Utama, 1993.

_________. Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris: Madura 1850-1940. Yogyakarta: Matabangsa, 2002.

Mangkuadiningrat, R.P. Mohammad Mochtar. Sejarah Berdirinya Waqaf Panembahan Somala Sumenep. Manuscript, 1975.

Mansurnoor, Iik Arifin. Islam in An Indonesian World: Ulama of Madura. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990.

_________. “Rato and Kiai in Madura, Are They Twins?” in Kees van Dijk, et. al. (eds.) Across Madura Strait: The Dynamics of an Insular Society. Leiden: KITLV Press, 1995.

Mas’udi, Masdar F., et. al. Direktori Pesantren I. Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1986.

Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS, 1994.

Nagtegaal, Luc. “The Legitimacy of Rule in Early Modern Madura,” in Kees van Dijk, et. al. Across Madura Strait: The Dynamics of an Insular Society. Leiden: KITLV Press, 1995.

Pribadi, Yanwar. “Religious Networks in Madura; Pesantren, Nahdlatul Ulama, and Kiai as the Core of Santri Culture.” Al-Jami’ah: Journal of Islamic Studies, 51 (1): 1-32, https://doi.org/10.14421/ajis.2013.511.1-32.

Rifai, Mien A. Lintasan Sejarah Madura. Surabaya: Yayasan Lebbur Legga, 1993.

Regeeringsalmanakvoor Nederlandsch-Indie 1929, Tweede Gedeelte: Kalenderen Personalia.

Saxebøl, Torkil. The Madurese Ulama as Patrons: A Case Study of Power Relations in An Indonesian Community. Thesis, University of Oslo, Oslo, 2002.

Staatsblad van Nederlandsch Indie, 1883, no. 242.

Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, dan Sekolah. Jakarta: Pustaka LP3ES, 1986.

Stuart, A.B. Cohen. Perengatan dari Hal Titel-titel (Gelaran) Asal jang Tepakei Sekalijan Orang Djawa di Bawah Keraton Djawa. Semarang: G.C.T. van Dorp & Co., 1894.

Ter Haar, B. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994.

Tjiptoatmodjo, Fransiscus Asisi Sutjipto. Kota-kota Pantai di Sekitar Selat Madura (Abad XVII Sampai Medio Abad XIX). Dissertation, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1983.

Uhlenbeck, E.M. A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura. Den Haag: Martinus Nijhoff, 1964.

van Bruinessen, Martin. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.

_________. “Traditionalist and Islamist Pesantrens in Contemporary Indonesia,” in Farish A. Noor, et. al. (eds.), The Madrasa in Asia: Political Activism and Transnational Linkages. Amsterdam: Amsterdam University Press, 2008.

“Verarmde Adel,” in De Indische Courant, 22 September 1927.

Weber, Max. The Methodology of the Social Sciences. Illinois: The Free Press of Glencoe, 1949.

Wedisastra. Babad Sumenep. Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah, 1996.

Wiryoprawiro, Zein M. Arsitektur Tradisional Madura-Sumenep dengan Pendekatan Historis dan Deskriptif. Surabaya: Laboratorium Arsitektur Tradisional, 1986.

Zainalfattah. Sedjarah Tjaranya Pemerintahan di Daerah-daerah di Kepulauan Madura dengan Hubungannja. Surabaya: Paragon Press, 1951.

Interviews:

R.B. Abdul Muthalib, Interview, Sunday, March 3, 2019.

R.B. Ahmad Ramadhan, Interview, Tuesday, February 12, 2019.

_______, Interview, Saturday, February 16, 2019.

R.B. Ali Rahmat, Interview, Saturday, January 27, 2018

KH. D. Zawawi Imron, Interview, Wednesday, April 3, 2019.

KH. Muhammad Hafidz, Interview, Tuesday, December 18, 2018.

R.B. Muhammad Idris, Interview, Tuesday, March 26, 2019.

Published
2021-06-27
How to Cite
Ihsani, Aufannuha. 2021. “FROM THE PALACE PENDOPO TO THE PESANTREN ROOMS: The Dynamics of Aristocrats and Kiai Relationship in Sumenep (1750-1950s)”. Islamuna: Jurnal Studi Islam 8 (1). Pamekasan, Indonesia, 1-21. https://doi.org/10.19105/islamuna.v8i1.4299.
Section
Articles