Membangun Fiqih Toleransi: Refleksi Fatwa-Fatwa Terhadap “Aliran Sesat” di Indonesia

  • Fahruddin Ali Sabri STAIN Pamekasan
Abstract views: 683 , PDF (Bahasa Indonesia) downloads: 477

Abstract

Sebagai negara yang terdiri dari berbagai ras, suku, bahasa, budaya dan agama, seharusnya Indonesia mampu mengayomi perbedaan-perbedaan yang terjadi. Hal ini telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 2. Islam seharusnya mampu teraktualisasi dalam kehidupan nyata ketika berhadapan dengan sebuah realitas historis, sosiologis dan budaya masyarakat. Fenomena aliran yang dianggap sesat ini selalu mendapatkan perhatian serius dari Majelis Ulama Indonesia dan Nahdlatul Ulama. Fatwa terhadap “aliran sesat” ini bersifat sebagai nasihat dan tidak mengikat. Pelabelan ini sebenarnya dapat menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan dan disharmonis antar kelompok masyarakat. Fatwa MUI dan NU ini bukan menyelesaikan permasalahan bahkan dapat menjadikan perpecahan antar kelompok sosial masyarakat, permusuhan dna pertikaian yang merugikan kerukunan nasional. Seharusnya mereka tidak berfatwa menurut hukum normatif yang semata-mata hanya menggunakan pendekatan teologis sehingga lebih bersifat judgmental, hendaknya melihat pada kondisi sosial dan psikologi masyarakat. MUI dan NU hendaknya mengeluarkan fatwa yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sehingga dapat menciptakan keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara, terwujud dengan sikap saling toleransi, menghormati dan menghargai terhadap keyakinan-keyakinan yang ada. (As a country consisting of a variety of race, language, culture and religion, Indonesia is supposed to maintain and take care of the existing differences. This is legally protected by 1945 Constitution Article 29 Verse 2. However, the phenomenon of some sects considered as deviant shows otherwise. Those sects always get much attention from both Indonesian Council of Ulama’ (MUI) and Nahdlatul Ulama’ which issue some fatwas later on. Those fatwas are actually advisory instead of compulsory. However, the labeling as deviant possibly causes disharmony and disintegration among society. Therefore, those fatwas do not solve the problems. In fact, they would trigger any friction among social groups and lead into any disadvantageous fights which could threaten the national harmony.The process of fatwa making should not be based on the normative laws which solely use and consider theological approach and result the judgmental product of fatwa. Instead, the social and psychological condition of society needs to take into account. MUI and NU need to issue fatwas which consider and put forward the appreciation on the humanistic values to build national harmony with tolerance and mutual respect on every existing belief).

Downloads

Download data is not yet available.

Author Biography

Fahruddin Ali Sabri, STAIN Pamekasan
Fakultas Syariah IAIN Madura  Jl. Raya Panglegur km. 04 Tlanakan Pamekasan 69371

References

Abû Dâwud, Sulayman bin al-Asy’ats. Sunan Abî Dâwud. Maktabah Syamilah, v. 3.28.

Ahkamul Fuqaha. Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999). Surabaya: Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU Jawa Timur dan Diantama, 2005.

al-Bukhâri, Muhammad bin Ismâ’îl bin Ibrâhîm bin al-Mughîrah. al-Jâmi’ al-Shahîh al-Bukhâri. al-Qâhirah, Dâr al-Sya’b, 1987.

al-Ghazali, Abu Hamid. Fayshal al Tafriqah bayna al-Islam wa al-Zandaqoh. Damaskus: t.p, 1992.

---------------------------------, al-Iqtishâd fi al-I’tiqâd. al-Maktabah al-Syâmilah, v. 3.28.

al-Qurthûbî, Muhammad bin Ahmad bin Abû Bakr Abu Abdullah. al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân. al-Qâhirah: Dâr al-Kutub, 1964.

al-Tirmidzî, Muhammad Bin ‘Îsâ Abû ‘Îsâ. al-Jâmi’ al-Shahîh Sunan al-Tirmidzî. Beyrût: Dâr al-Gharb al-Islâmî, 1998.

Atho Mudzhar, Mohammad. Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonsia 1975–1988. Jakarta: INIS, 1993.

Auda, Jasser. Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, terj: Rosidin dan ‘Ali ‘Abd el-Mun’im. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2015.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Gensler, Harry J. Ethics. London and New York: Routledge, 1998

Hasan, Khâlid Ramadlân. Mu’jam Ushûl al-Fiqh. tk.: al-Rawdlah, 1998.

Ibn Mâjah, Muhammad bin Yazîd, Abû ‘Abdullah. Sunan Ibn Mâjah. Maktabah Syamilah, v. 3.28.

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta : Kencana, 2011.

Jonshon, Doyne Paul. Teori Sosiologi, Klasik dan Modern, terj: Robert MZ. Lawang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Kartono, Kartini. Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali, 2004.

Kementerian Agama RI. al-Qur’ân dan terjemahnya. Jakarta: PT. Hati Emas, 2014.

PBNU. Keputusan Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama. Jakarta: Sekretariat Jendral PBNU, 2011.

“Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia,” dalam Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, 2010.

Redaksi New Merah Putih. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Yogyakarta: New Merah Putih, 2009.

Ridwan. Paradigma Politik NU. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Shadiq, Muhammad. Dinamika Kepemimpinan NU. Surabaya: Lajnah Ta’lif wa Nasyr 2004.

Tim Penyusun. Pedoman Penanganan Aliran Dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013.

Wahid, Abdurrahman. “Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Dewasa Ini”, Prisma, Nomor 4, April, 1984.

Ari Wibowo, Rahmad. “Fatwa MUI Tentang Penyimpangan Ajaran Islam Dan Tindakan Pelanggaran Kebebasan Berkeyakinan”. Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 3, No, 1. Juni, 2013.

Dede Syarif dan Moch. Fakhruroji. “Faktor Psikologis Dan Sosiologis Kemunculan Aliran Sesat Aliran Quraniyah Di Jawa Barat”. Al-Tahrir, Vol. 17, No. 1, Mei, 2017.

Hanafi, “Upaya Preventif Dalam Mengantisipasi Kekerasan Atas Nama Agama (Aliran Sesat)”. al-Ihkam, Vol. 9, No. 2, Desember, 2014.

Hasyim, Syafiq. “Fatwa Aliran Sesat dan Politik Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI)”. AL-AHKAM, Vol. 25, No. 2, Oktober, 2015.

Iswahyudi. “Majelis Ulama Indonesia dan Nalar Fatwa-Fatwa Eksklusif”. al-Ihkam, Vol. 11, No. 2, Desember, 2016.

Makin, Al. “Identitas Keacehan Dalam Isu-Isu Syariatisasi, Kristenisasi, Aliran Sesat dan Hegemoni Barat”. ISLAMICA, Vol. 11, No. 1, September, 2016.

Purnomo, Agus. “Otoritarianisme Ulama (Analisis atas MUI dengan Pemikiran Khaled Abou El Fadhl)”. de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 2, No. 2, Desember, 2010.

Sumbulah, Umi. “Aliran Sesat Dan Gerakan Baru Keagamaan (Perspektif UU PNPS No. 1 Tahun 1965 dan Hak Asasi Manusia)”. de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 6, No. 2, Desember, 2014.

http://kbbi.web.id. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

https://kemenag.go.id/berita/read/506847/menag--enam-rumusan-etika-kerukunan-penting-ditaati-umat-beragama

http://www.merdeka.com/peristiwa/warga-jombang-mengaku-isa-habibullah-dan-mendapat-wahyu-akhir-zaman.html.

http://www.mui-jabar.or.id/perkembangan-aliran-aliran-sesat-di-jawa-barat/ (diakses pada tanggal 14 Januari 2018)

http://www.nu.or.id/post/read/10437/mui-tetapkan-10-indikator-aliran-sesat

Published
2018-07-31
Section
Articles